Asal Mula Ketupat Lebaran Dan Perayaan Kupatan.
Siapa nih yang suka ketupat? 7 Hari Setelah lebaran idul fitri berlalu dalam adat masyarakat Jawa, mereka biasanya merayakan sebuah perayaan lagi. Ya, momen perayaan itu diberi nama hari raya ketupat atau istilah yang populer bagi orang jawa "kupatan". Entah bagaimana awalnya perayaan tersebut bermula, terlintas di pikiran penulis menghubungkan momen tersebut dengan habisnya waktu mulih disik (mudik). Seperti yang sudah diketahui, mudik atau pulang kampung saat lebaran juga merupakan tradisi masyarakat jawa.
Mudik umumnya berlangsung tujuh hari setelah hari raya, momen setahun sekali ini kerap kali dimanfaatkan oleh para perantau untuk mengambil libur atau cuti tahunan. Sehingga tak jarang perusahaan atau tempat mereka bekerja memberikan libur yang lebih panjang bagi karyawannya. Nah, mungkin sebagai tanda perpisahan bagi orang yang akan kembali merantau jauh dari rumah, maka keluarga yang di kampung mengadakan perayaan kupatan tersebut.
"Menurut cerita rakyat, ketupat itu berasal dari masa hidup Sunan Kalijaga, tepatnya di masa syiar Islamnya pada abad ke-15 hingga 16. Sunan Kalijaga menjadikan ketupat sebagai budaya sekaligus filosofi Jawa yang berbaur dengan nilai keislaman," kata Fadly Rahman yang juga penulis buku Jejak Rasa Nusantara: Sejarah Makanan Indonesia. Masyarakat Jawa dan Sunda menyebut ketupat sebagai kupat yang berarti ngaku lepat atau mengakui kesalahan. Simbolisasi lain dari ketupat, menurut Fadly, laku papat (empat laku) yang juga melambangkan empat sisi dari ketupat.
Makna Dan Filosofi Ketupat.
Istilah Kupatan pertama kali dibuat oleh seorang anggota dewan Walisongo, Raden Mas Said atau Sunan Kalijaga sebagai bentuk hari raya untuk orang-orang yang melaksanakan puasa Syawal selama enam hari. Seperti kebudayaan-kebudayaan Jawa Islam lain, kupatan memiliki nilai-nilai filosofis.
Kupatan memiliki arti ngaku lepat, yaitu mengakui kesalahan. Semua manusia pasti punya kesalahan dan sebaik-baiknya orang adalah mereka yang mau mengakui kesalahannya. Selain itu dari seluruh komponennya kupat memiliki arti lagi. Mari kita bahas satu persatu.
Dimulai dari bahannya yaitu janur. Janur menurut filosofis Jawa merupakan kepanjangan dari sejatine nur yang melambangkan seluruh manusia berada dalam kondisi yang bersih dan suci setelah menlaksanakan ibadah puasa. Selain itu, juga menurut orang Jawa, Janur memiliki kekuatan magis sebagai tolak bala. Karena itu banyak juga yang menggantungkan kupat di depan pintu rumah mereka sebagai tawasul agar jauh dari bala.
Dan selanjutnya dari anyaman kupat yang sangat rumit memiliki arti bahwa hidup manusia itu juga penuh dengan liku-liku, pasti ada kesalahan di dalamnya. Kupat juga memiliki bentuk segi empat yang menggambarkan empat jenis nafsu dunia yaitu al amarah, yakni nafsu emosional; al lawwamah atau nafsu untuk memuaskan rasa lapar; supiah adalah nafsu untuk memiliki sesuatu yang indah; dan mutmainah, nafsu untuk memaksa diri. Dan orang yang memakan kupat menggambarkan pula telah bisa mengendalikan keempat nafsu tersebut setelah melaksanakan ibadah puasa.
Selanjutnya, isi ketupat yang berbahan beras sebagai bentuk harapan agar kehidupannya dipenuhi dengan kemakmuran. Selain itu saat kita membelah ketupat, kita akan menjumpai warna putih yang mencerminkan kita memohon maaf atas segala kesalahan dan juga berharap bisa seputih isi kupat tersebut.
Terakhir, dari cara memakan ketupat yaitu dengan sayur cecek dan lain sebagainya, terkhusus biasanya berbahan santen. Santen berarti juga pangapunten, yaitu memohon maaf atas kesalahan. Dari itu ada istilah “Mangan kupat nganggo santen. Menawi lepat, nyuwun pangapunten (makan ketupat pakai santan, bila ada kesalahan mohon dimaafkan)”.
Menurut para ahli, sebuah ketupat memiliki beberapa makna, yakni:
• Dilihat dari rumitnya anyaman bungkus ketupat ini mencerminkan berbagai macam kesalahan manusia
Setelah dibuka akhirnya akan terlihat nasi yang putih, yang mencerminkan kebersihan dan kesucian hati setelah memohon ampunan dari segala kesalahan.
• Dilihat dari bentuk ketupat ini mencerminkan kesempurnaan, jika dilihat dari bentuk ketupat. Semua itu dihubungkan dengan kemenangan umat Muslim setelah sebulan lamanya berpuasa dan akhirnya menginjak hari yang fitri.
• Karena kupat biasanya dihidangkan dengan lauk yang bersantan, maka dalam pantun Jawa pun ada yang bilang “Kupat santen”, Kula lepat nyuwun ngapunten (saya salah mohon maaf).
• Dan, penggunaan janur sebagai kemasan pun memiliki makna tersembunyi. Janur dalam bahasa Arab yang berasal dari kata “jaa a al-nur” bermakna “telah datang cahaya”. Sedangkan masyarakat Jawa mengartikan janur dengan “sejatine nur” (cahaya). Dalam arti lebih luas berarti keadaan suci manusia setelah mendapatkan pencerahan cahaya selama bulan Ramadhan.
Ketupat juga erat dengan tradisi Jawa menuju tanggal 1 syawal. Jadi ketupat atau kupat di sini dapat diartikan dengan “laku papat” atau empat tindakan. Laku papat itu adalah lebaran, luberan, leburan dan laburan.
Maksud dari keempat tindakan tersebut, adalah; lebaran, dari kata lebar yang berarti selesai. Ini dimaksudkan bahwa 1 Syawal adalah tanda selesainya menjalani puasa, maka tanggal itu biasa disebut dengan lebaran.
Lalu luberan, berarti melimpah, ibarat air dalam tempayan, isinya melimpah, sehingga tumpah ke bawah. Ini simbol yang memberikan pesan untuk memberikan sebagian hartanya kepada fakir miskin, yaitu sedekah dengan ikhlas seperti tumpahnya/lubernya air dari tempayan tersebut.
Kemudian leburan, maksudnya adalah bahwa semua kesalahan dapat lebur (habis) dan lepas serta dapat dimaafkan pada hari tersebut. Yang terakhir adalah laburan. Di Jawa, labur (kapur) adalah bahan untuk memutihkan dinding. Ini sebagai simbol yang memberikan pesan untuk senantiasa menjaga kebersihan diri lahir dan batin.
Jadi, setelah melaksanakan leburan (saling maaf memaafkan) dipesankan untuk menjaga sikap dan tindak yang baik, sehingga dapat mencerminkan budi pekerti yang baik pula.
Posting Komentar