Ilmu tasawuf yang pada intinya adalah sebagai usaha untuk menyingkap hijab (tabir) yang membatasi diri manusia dengan Allah Ta'ala. Dengan sistem yang tersusun melalui latihan ruhaniyah atau riyadlotun nafs, pada pokoknya bila dipelajari secara seksama adalah mengandung empat unsur, yaitu:
B. Ethica, yaitu ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan buruk dengan melihat pada amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui akal fikiran.
Ethica dinamakan pula ilmu kesopanan, ilmu kesusilaan (ethika, ethos, adat, budi pekerti, akhlaq). Dalam ilmu tasawuf banyak sekali unsur-unsur etika, ajaran-ajaran akhlaq, al akhlaqul karimah, baik kepada manusia maupun pada Tuhan.
Akhlak yang ditekankan dalam tasawuf adalah budi pekerti yang akan membawa manusia menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Yang menjadi ciri kesempurnaan iman seseorang, sebagai mana sabda Rosulullah:
"Sesempurna-sempurna orang mukmin ialah imannya dan yang paling baik budi pekertinya"
Penulis sendiri dalam berbagai kesempatan saat ditanya tentang definisi tasawuf akan menjawab sebagaimana penjelasan diatas. Bagian makna tasawuf yaitu akhlak, tasawuf adalah akhlak mulia. Seorang sufi adalah orang yang baik akhlaknya. Dan akhlak inilah sendi tasawuf sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Abu Bakar Al Kattani dan oleh Al Junaidi Al Baghdadi.
Akhlak dalam pandangan kajian tasawuf bukan semata-mata menilai perbuatan baik dan buruk, namun lebih dari itu adalah membersihkan jiwa dari pengaruh akhlak tercela. Karena pada dasarnya seseorang tidak dapat memperbaiki akhlak sebelum mensucikan jiwanya terlebih dahulu.
Memperbaiki budi pekerti dan membersihkan jiwa hanya bisa dilakukan dengan semata-mata mengikuti sunnah Nabi. Dimana Berkat mengikuti sunnah Nabi dan meneladaninya akan membuahkan hasil berupa akhlak yang baik.
C. Psikologia, yaitu masalah yang berhubungan dengan jiwa. Psikologi dalam pandangan tasawuf sangat berbeda dengan psikologi modern. Psikologi modern ditujukan dalam menyelidiki manusia bagi orang lain, yakni jiwa orang lain yang diselidikinya. Sedangkan psikologi dalam tasawuf memfokuskan penyelidikan terhadap diri sendiri.
Dalam tasawuf, penyelidikan terhadap diri sendiri sangat ditekankan. Masalahnya penyelidikan terhadap diri sendiri ini diarahkan terhadap penyadaran diri sendiri. Karena manusia tidak akan bisa mengenal keberadaan dan kebesaran Allah sebelum mengenal dirinya, sebagaimana sabda Nabi:
Mengenal diri sendiri dalam hadits ini adalah dimaksudkan agar menyadari kelemahan dan kekurangan dirinya. Selanjutnya akan mengenal keesaan serta kebesaran Allah.
Manusia mula-mula disadarkan akan keberadaan dirinya sebagai makhluk Allah. Sebagai makhluk yang lemah dan tiada memiliki apa-apa, makhluk yang tercipta dalam keadaan lemah yang selalu membutuhkan pertolongan dan sebagainya, selanjutnya dikenalkan darimanakah asal usulnya.
Celakalah manusia! Alangkah kufurnya dia! Dari apakah Dia (Allah) menciptakannya? Dari setetes mani, Dia menciptakannya lalu menentukannya. (QS. 'Abasa: 17-19)
Dengan menyadari asal mula kejadiannya, maka manusia akan selalu berintrospeksi diri. Mereka dapat mengendalikan hawa nafsu menuju ke arah yang baik, menuju insan kamil, ma'rifat billah serta mengetahui hakikat sesuatu. Termasuk hakikat dari tujuan penciptaan dirinya.
Pada arah berikutnya manusia akan semakin sadar atas guna dan tugas dirinya. Untuk apa ia diciptakan dan apa perlunya dia dihidupkan serta ditempatkan dimuka bumi ini. Manusia akan menyadari bahwa tugas pokok dan tujuan utama penciptaannya adalah untuk beribadah kepada Allah.
Dalam pandangan tasawuf , orang akan dapat merasakan indah jiwanya bila jiwa tersebut bersih dari sifat-sifat tercela seperti hasud, tama', pemarah, licik dan lain-lain. Disamping dirinya terbebas dari sifat tercela, ia harus menghiasi diri dengan sifa-sifat terpuji.
Jalan yang ditempuh untuk mencapai keindahan menurut ajaran tasawuf adalah Tafakkur (merenung hikmah-hikmah ciptaan Allah). Karena dengan jalan bertafakkur maka tergoreslah dalam hati akan kebesaran Tuhan. Serta akan terlontar pulalah pujian-pujian dari mulutnya untuk Tuhan pencipta alam dan lezatlah lisannya menyebut-nyebut asma Allah Ta'ala. Karena banyaklah ajaran Islam yang menganjurkan untuk memperbanyak berfikir, merenungkan secara mendalam terhadap peristiwa yang berlalu dalam dunia fana' ini atau terhadap makhluk Allah. Hal itu sebagaimana dicontohkan dalam ayat Al-Qur'an:
Dengan senantiasa bertafakkur, merenungkan segala ciptaan Allah, maka akan membuahkan pengenalan terhadap Allah atau ma'rifat billah yang merupakan kelezatan bagi para mutashawwifin. Suatu hal yang selalu dicarinya dan dikenangnya dengan bersumber pada mahabbah, rindu, ridlo melalui tafakkur dan amal-amal shaleh.
Demikianlah adanya Aesthetica dalam tasawuf sebagai salah satu dari empat unsur yang menjadi kandungan dari tasawuf.
Posting Komentar