Kehidupan Sufi Pada Masa Nabi.
Bila berbicara masalah sejarah pertumbuhan tasawuf dalam Islam, maka sesungguhnya perkembangan tasawuf itu sama saja dengan pertumbuhan Islam itu sendiri. Hal ini mengingat keberadaan tasawuf adalah sama dengan keberadaan agama Islam. Karena pada hakikatnya agama Islam itu ajarannya hampir bisa dikatakan bercorak tasawuf.
Oleh karena itu tidak heranlah bila kehidupan tasawuf tumbuh dan berkembang bersamaan dengan tumbuh dan berkembangnya agama Islam mulai sejak zaman Nabi Muhammad Sholallahu Alaihi Wasalam. Hal ini bisa kita lihat ketika beliau resmi diangkat sebagai Nabi Utusan Allah Ta'ala, keadaan dan cara hidup beliau ditandai oleh jiwa dan suasana kerakyatan. Meskipun beliau berada dalam lingkaran keadaan hidup yang serba dapat terpenuhi semua keinginan lantaran do'anya yang diijabah dan sebagai kekasih Allah. Pada waktu malam sedikit sekali tidur, waktunya dihabiskan untuk tawajjuh kepada Allah dengan memperbanyak dzikir kepadaNya. Tempat tidur beliau terdiri dari balai kayu biasa dengan alas (tikar) daun kurma, tidak pernah memakai pakaian dari yang terbuat dari wool meskipun beliau mampu membelinya. Pendek kata, beliau lebih cinta dalam suasana hidup sederhana (meskipun beliau seorang Nabi) daripada hidup bermewah-mewah.
Kehidupan beliau dalam rumah tangganya yang amat sederhana memberikan contoh bagi para sahabatnya dalam hidup sederhana dan meninggalkan kehidupan bermewah-mewah. Mulai dari perabot rumah tangga, makanan dan minumannya, pakaian yang digunakannya sehari-hari sungguh amat sederhana. Bahkan ada satu riwayat dari Bukhari yang menceritakan, bahwa Aisyah sempat mengeluh kepada keponakannya, Urwah dengan berkata: "Lihatlah Urwah, kadang berhari-hari dapurku tidak menyala dan aku jadi bingung olehnya". Urwah bertanya: "Apakah yang menjadi makanmu sehari-hari?" Jawab Aisyah: "Paling untung yang menjadi makanan pokok itu kurma dan air kecuali jika ada tetangga-tetangga Anshar mengantarkan makanan atau sesuatu kepada Rasulullah, maka dapatlah kami rasakan seteguk susu".
Rasulullah menegaskan: "Kami adalah golongan yang tidak makan kecuali kalau lapar dan jika kami makan maka tidaklah sampai kekenyangan".
Demikianlah contoh yang diberikan oleh manusia termulia dan pemimpin manusia tertinggi, untuk mengajarkan kepada umatnya untuk apa sebenarnya manusia itu hidup. Didikan yang dibawa Rosulullah memang bukan hanya sekedar pengajaran semata-mata. Beliau memberi contoh dengan perbuatan dan tingkah lakunya, bukan hanya menyuruh atau menganjurkan yang ia sendiri tidak melakukannya.
Itulah tadi sekilas gambaran kehidupan sufi pada zaman Nabi yang dicontohkan langsung oleh Rasulullah sendiri dan diikuti oleh para Sahabatnya dalam kehidupan sehari-hari. Kehidupan sufi Nabi inilah yang menjadi landasan bagi para Sahabatnya dalam kehidupan mereka sehari-hari dan keadaan ini berlanjut terus dengan diikuti para tabi'in, tabi'it tabi'in sampai sekarang ini. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Nabi telah memberi contoh dan sekaligus meletakkan dasar hidup kerohanian dan tariqatnya juga bagi para pengikutnya sepanjang zaman.
Sebagai bukti nyata bahwa kehidupan sufi yang telah diajarkan langsung oleh Rasulullah sangat berpengaruh pada kehidupan para sahabatnya, dapatlah dilihat dari suasana kehidupan para sahabat beliau yang hidup secara sangat sederhana, dalam diri mereka memancarkan sinar kesemangatan beribadah. Hal ini tampak dalam kehidupan para sahabat beliau, seperti Abu Hurairah, Abu Darda', Salman Al Farisi, Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar bin Khatab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah, Abdullah bin Umar dan sebagainya.
Munculnya Madrasah Tasawuf Yang Pertama Kali.
Perkembangan sufi kemudian dilanjutkan oleh generasi dari kalangan Tabi'in, diantaranya adalah Imam Hasan Bashri, seorang Ulama' besar Tabi'in murid dari Kudzaifah al Yamani. Beliau inilah yang pertama-tama mendirikan pengajian tasawuf di kota Bashrah. Diantara murid-murid beliau yang dididik dalam madrasah tasawuf pertama yang dipimpin oleh Hasan al Bashri adalah Malik bin Dinar, Tsabit al Banay, Ayub as Saktiyany dan Muhammad bin Wasi'.
Setelah berdirinya madrasah tasawuf pertama di Bashrah itu disusul pula dengan berdirinya madrasah di tempat lain. Seperti di Iraq yang dipimpin oleh seorang tokoh ulama' kalangan Tabi'in lainnya yang cukup terkenal, yaitu Sa'id bin Musayyab dan di Khurasan berdiri pula madrasah tasawuf yang dipimpin oleh Ibrahim bin Adham. Dengan berdirinya madrasah-madrasah ini, menambah jelaslah kedudukan dan kepentingan tasawuf dalam masyarakat Islam yang sangat memerlukannya. Sejak itulah pelajaran ilmu tasawuf telah mendapatkan kedudukan yang tetap dan tidak terlepas dari masyarakat Islam sepanjang masa.
Dan pada abad-abad berikutnya ilmu tasawuf semakin berkembang sejalan dengan perkembangan agama Islam di berbagai belahan bumi. Bahkan menurut sejarah, pengembangan agama Islam ke Afrika, ke segenap pelosok Asia yang luas ini, Asia Timur, Asia Tengah, sampai ke negara-negara yang berada di tepi lautan Hindia hingga kenegeri kita Indonesia. Semuanya dibawa oleh Propaganda-propaganda Islam dari kaum tasawuf. Sifat-sifat dan cara hidup mereka yang sederhana, kata-kata mereka yang mudah difahami, kekuatannya yang sangat tekun beribadah. Semuanya itu lebih menarik daripada ribuan kata yang hanya teori saja.
Merekalah sebenarnya propagandis Islam yang sebenarnya. Pengikut-pengikut mereka merupakan sukarelawan yang ikhlas dengan beribu-ribu jumlahnya. Bahkan berpuluh-puluh ribu yang telah menyerahkan segala apa yang ada padanya, hartanya, jiwanya sekalipun untuk membela agama Islam yang dibawah oleh Nabi Muhammad Sholallahu Alaihi Wasalam melalui orang-orang sufi tersebut. Karena gerakan mereka mendekati gerakan Nabi-Nabi atau Wali-wali, maka orang-orang yang dihadapinya, baik Khalifah-khalifah, Raja-raja, pembesar-pembesar Raja dan orang-orang awam takut dan hormat kepadanya.
Karena para penyebar agama Islam itu pada umumnya terdiri dari kalangan Ulama' sufi, maka dengan sendirinya melalui ajaran yang dibawahnya itu dipengaruhi pula oleh ilmu tasawuf. Dengan demikian, para propagandis Islam tersebut juga secara langsung mengembangkan pula ajaran Thariqatnya di berbagai daerah yang menjadi sasaran dakwahnya. Pada akhirnya ajaran tasawuf tersebar dan berkembang dengan cepat sejalan dengan perkembangan agama Islam itu sendiri.
Perkembangan Tasawuf Dan Thariqatnya.
Semenjak dirintis dengan berdirinya madrasah sufi di Bashrah sampai pada abad-abad berikutnya, tasawuf terus menerus berkembang berkat kegigihan dan kesemangatan para penyebarnya. Dan diantara para tokoh penyebarnya itu pada akhirnya membentuk aliran-aliran Thariqat sendiri-sendiri, seperti Syaikh Abdul Qadir al Jailani membentuk Thariqat Qadiriyah, Syaikh Abul Hasan Syadzili dengan Thariqatnya Syadziliyah dan lain sebagainya.
Demikan pula dengan munculnya beberapa Thariqat lainnya, seperti Rifa'iyah, Maulawiyah, Naqsabandiyah, Sanusiyah, Badawiyah dan lain-lainnya. Dan kini secara keseluruhan Thariqat yang mu'tabarah mencapai jumlah yang cukup banyak, yaitu sebanyak 41 Aliran.
Dari 41 aliran Thariqat diatas, Thariqat yang paling banyak berpengaruh, paling terkenal dan banyak pengikutnya didalam masyarakat yang beragama Islam ialah:
1. Thariqat Qadiriyah yang didirikan oleh Syaikh Abdul Qadir al Jailani, lahir pada tahun 470H. wafat pada tahun 561H (1164M). Pengikutnya yang terbanyak adalah di India, Afganistan, Baghdad dan Indonesia.
2. Thariqat Rifa'iyah yang didirikan oleh Syaikh Ahmad bin Abul Hasan Ar Rifa'i, wafat pada tahun 570H (1175M). Pengikut terbanyak berada di Maroko dan Al Jazair.
3. Thariqat Sahrawardiyah yang dibangsakan kepada pencetusnya, Syaikh Abil Hasan Ali bin al Sahrawardi yang wafat pada tahun 638H (1240M). Pengikut paling banyak ada di Afrika.
4. Thariqat Syadziliyah yang dibangsakan kepada pendirinya, Syaikh Abil Hasan Ali bin Abdullah bin Abdul Jabbar Asy Syaszili, wafat pada tahun 655H (1256M). Pengikutnya yang terbanyak di daerah Afrika.
5. Thariqat Ahmadiyah yang dicetuskan oleh Syaikh Ahmad Badawi, wafat pada tahun 675H (1276M). Pengikut terbanyaknya ada di Maroko.
6. Thariqat Maulawiyah yang dibangsakan kepada pendirinya, yaitu Syaikh Maulana Jalaluddin Ar Rumi, wafat pada tahun 672H (1273M). Pengikutnya yang terbanyak di daerah Turki dan Turkistan.
7. Thariqat Naqsabandiyah yang dibangsakan kepada pendirinya Syaikh Muhammad bin Muhammad Bahauddin Bukhari, wafat pada tahun 791H (1391M). Pengikut yang terbanyak berada di Malaysia.
8. Thariqat Hadadiyah yang dibangsakan kepada pendirinya, yaitu Syaikh Abdullah Ba'alawy al Hadad al Hamdany, wafat pada tahun 1095H (1695M). Pengikutnya terbanyak di daerah Jazirah Arab, Malaysia dan sekitarnya.
Diantara beberapa Thariqat diatas, thariqat yang paling banyak pengaruhnya dan pengikutnya di Indonesia adalah thariqat Qadiriyah dan Naqsabandiyah, terutama di pulau Jawa, Sumatra dan Madura.
Thariqat Qadiriyah adalah thariqat yang didirikan oleh Sulthanul Auliya' Sayid Syaikh Abdul Qadir al Jailani. Beliau lahir di sebuah kota kecil, Jailan, Thabaristan pada tahun 471H (1077M) dan wafat pada tahun 1164M, tepatnya pada bulan Rabi'uts Tsani 561H di kota Baghdad. Thariqat ini dalam perjalanannya beriringan dengan thariqat yang didirikan oleh Syaikh Muhammad bin Muhammad Baha'uddin Bukhari, yaitu thariqat Naqsabandiyah dan pada akhirnya kedua thariqat ini berubah nama bergabung menjadi satu dengan nama Thariqat Qadiriyah wan Naqsabandiyah yang sejak bulan Januari 1978 bermarkas pusat di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur, Indonesia.
Thariqat Qadiriyah wan Naqsabandiyah dikalangan Ulama', khususnya yang tergabung dalam organisasi Nahdlotul Ulama' adalah diakui secara sah sebagai thariqat mu'tabarah. Sedangkan untuk thariqat lainnya seperti Shiddiqiyah, Wahidiyah, Syadziliyah dan Syathariyah dianggap thariqat ghairu mu'tabarah. Demikian pandangan para Kyai NU khusunya yang ada di Jawa Timur.
Dalam organisasi Nahdlotul Ulama' sendiri sejak tahun 1957, tepatnya pada tanggal 20 Rabi'ul Awal 1377H bertepatan dengan tanggal 10 Oktober 1957M oleh para Kyai didirikan suatau badan federasi bernama Pucuk Pimpinan Thariqah Mu'tabarah sebagai tindak lanjut dari Mu'tamar NU XIV sejak tanggal 15 s/d 21 Juli 1939M di Magelang Jawa Tengah.
Jam'iyah Ahli Thariqah Mu'tabarah ini setelah resmi dibentuk pada tanggal 10 Oktober 1957 itu, dua hari kemudian langsung mengadakan konggres yang pertama di Pesantren Tegalrejo Magelang Jawa Tengah pada tanggal 12 Oktober 1957. Dan seterusnya berkali-kali menyelenggarakan konggres, diantaranya adalah konggres kedua pada tanggal 9 November 1959 di Pekalongan Jawa Tengah dan seterunya.
Posting Komentar